Add caption |
SMA Negeri 1 Muntilan
Tahun Pelajaran 2011/2012
Nama : Agung Cahya Budy
Kelas : X_7
Nomer : 02
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat-nya saya bisa menyelesaikan laporan penelitian sejarah ini. Dalam penyusunan laporan ini saya mencoba untuk menyoroti masalah satu peninggalan sejarah yang kini merupakan sebuah situs yang belum di kenal di masyarakat.
Pesan Ir. Soekarno yaitu JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Maka dari itu kita tidak boleh melupakan sejarah, khususnya sejarah di dalam Negara kita sendiri, apalagi sejarah perlawanan pahlawan melawan penjajah.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan penelitian ini, keberhasilan bukan semata-mata diraih oleh saya sendiri,
melainkan diraih atas berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan kali ini saya bermaksud menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu penyusunan laporan ini. Saya mengucapkan terimakasih kepada
·
Bapak Drs. Asep Sukendar M. Pd. Selaku
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Muntilan;
·
Ibu Denok Latifah S. Pd. Selaku
guru mata pelajaran sejarah.
Laporan
ini disusun dengan mencari sumber dari buku dan internet.
Akhir kata, “Tiada Gading Yang Tak Retak”,
demikian pula dengan laporan ini, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat dibutuhkan sebagai upaya perbaikan. Semoga laporan
penelitian ini dapat bermanfaat.
Magelang,
Oktober 2011
Penulis
A. Latar Belakang
Jepang merupakan sebuah Negara
imperialis yang memiliki kekuasan di Negara sendiri dan di negara-negara
jajahan. Kekuatan dan kekuasaan Jepang dapat menaklukan Negara imperialis
lainya. Kekuasaan pertama Jepang di Indonesia yaitu setelah Jepang dapat
mengalahkan Negara penjajah sebelumnya yaitu Belanda. Pada awal kedatangan di
Indonesia Jepang mendapat sambutan baik dari warga pribumi, karena dapat
mengusir Belanda dari Indonesia.
Adanya kekuasaan yang dimiliki Jepang setelah dapat mengalahkan Belanda dapat mempengaruhi dan menguasai Indonesia sepenuhnya. Bahkan setelah sampai beberapa bulan berkuasa, Jepang dapat membentuk sebuah kekuatan baru yang fungsinya untuk mengantisipasi serangan balik dari Sekutu. Tidak hanya itu Jepang juga mngawali kekejaman dengan sebuah kerja paksa yang tidak lain pernah dijalankan oleh Belanda. Pada kerja paksa inilah pemerintahan Jepang di Indonesia yang mulai ditentang oleh pembesar dan warga pribumi.
Kekuatan yang dibentuk Jepang saat itu merupakan sebuah tindakan yang berbau politik untuk kepentingan Negara Jepang. Kekuatan ini diberi nama PETA (Pembela Tanah Air) yang kemudian setelah beberapa tahun memberontak kepada pemerintah Jepang sendiri. Peta merupakan paksukan yang di cadangkan oleh Jepang untuk dipersiapkan menghadapi sekutu dalam perang duia berikutnya.
Dalam hal ekonomi dan kebutuhan pangan Jepang mengeluarkan kebijakan untuk tahap pembangunan negeri melanjutkan pemerintahan Belanda. Untuk di dataran rendah kebijakan yang dikeluarkan adalah memperbesar pertanian untuk kebutuhan pangan dan menggencarkan irigasi untuk daerah yang sulit air. Sedangkan untuk daerah pegunungan atau dataran tinggi, pemerintah mengutamakan untuk kebutuhan penghangat seperti kopi, teh, dan lainnya. Pada daerah pegunungan inilah yang merupakan kegencaran Jepang untuk melakukan pembuatan gua- gua yang fungsinya untuk tempat bersembunyi dan juga sebagai penjara.
Disebuah lereng gunung Ungaran tepatnya didesa Promasan terdapat sebuah kebon teh dan kopi. Kebun ini merupakan salah satu peninggalan pemerintah Jepang dimana juga meninggalkan sebuah gua yang kira-mencapai panjang sekitar 150 meter. Pembangunan ini dilaksanakan pada tahun 1942-1945, sebenarnya pembangunan gua ini belum selesai dan juga gua belum pernah dipakai Jepang. Karena pada tahap penyelesaian akhir ternyata Jepang sudah menyerah pada Sekutu dan juga telah di proklamasikan oleh bung karno bahwa Indonesia merdeka dan semua aktifitas yang diperuntukan Jepang dinyatakan dihentikan. Maka pembangunan gua Jepang pun dihentikan pada waktu itu juga meskipun belum selesai. Para pekerja yang notabenya merupakan pekerja paksa pun melakukan kegiatan yang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan untuk kebutuhan Indonesia sendiri.
Lantas “apa yang menarik dengan kedatangan Jepang di desa Promasan?”
Penelitian ini saya khususkan pada pembangunan Gua Jepang yang pernah dilaksanakannya romusha di desa Promasan Kabupaten Kendal Jawa tengah. Keadaan yang ada dan lokasi yang tepat dapat menjadikan sebuah penelitian sejarah.
Adanya kekuasaan yang dimiliki Jepang setelah dapat mengalahkan Belanda dapat mempengaruhi dan menguasai Indonesia sepenuhnya. Bahkan setelah sampai beberapa bulan berkuasa, Jepang dapat membentuk sebuah kekuatan baru yang fungsinya untuk mengantisipasi serangan balik dari Sekutu. Tidak hanya itu Jepang juga mngawali kekejaman dengan sebuah kerja paksa yang tidak lain pernah dijalankan oleh Belanda. Pada kerja paksa inilah pemerintahan Jepang di Indonesia yang mulai ditentang oleh pembesar dan warga pribumi.
Kekuatan yang dibentuk Jepang saat itu merupakan sebuah tindakan yang berbau politik untuk kepentingan Negara Jepang. Kekuatan ini diberi nama PETA (Pembela Tanah Air) yang kemudian setelah beberapa tahun memberontak kepada pemerintah Jepang sendiri. Peta merupakan paksukan yang di cadangkan oleh Jepang untuk dipersiapkan menghadapi sekutu dalam perang duia berikutnya.
Dalam hal ekonomi dan kebutuhan pangan Jepang mengeluarkan kebijakan untuk tahap pembangunan negeri melanjutkan pemerintahan Belanda. Untuk di dataran rendah kebijakan yang dikeluarkan adalah memperbesar pertanian untuk kebutuhan pangan dan menggencarkan irigasi untuk daerah yang sulit air. Sedangkan untuk daerah pegunungan atau dataran tinggi, pemerintah mengutamakan untuk kebutuhan penghangat seperti kopi, teh, dan lainnya. Pada daerah pegunungan inilah yang merupakan kegencaran Jepang untuk melakukan pembuatan gua- gua yang fungsinya untuk tempat bersembunyi dan juga sebagai penjara.
Disebuah lereng gunung Ungaran tepatnya didesa Promasan terdapat sebuah kebon teh dan kopi. Kebun ini merupakan salah satu peninggalan pemerintah Jepang dimana juga meninggalkan sebuah gua yang kira-mencapai panjang sekitar 150 meter. Pembangunan ini dilaksanakan pada tahun 1942-1945, sebenarnya pembangunan gua ini belum selesai dan juga gua belum pernah dipakai Jepang. Karena pada tahap penyelesaian akhir ternyata Jepang sudah menyerah pada Sekutu dan juga telah di proklamasikan oleh bung karno bahwa Indonesia merdeka dan semua aktifitas yang diperuntukan Jepang dinyatakan dihentikan. Maka pembangunan gua Jepang pun dihentikan pada waktu itu juga meskipun belum selesai. Para pekerja yang notabenya merupakan pekerja paksa pun melakukan kegiatan yang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan untuk kebutuhan Indonesia sendiri.
Lantas “apa yang menarik dengan kedatangan Jepang di desa Promasan?”
Penelitian ini saya khususkan pada pembangunan Gua Jepang yang pernah dilaksanakannya romusha di desa Promasan Kabupaten Kendal Jawa tengah. Keadaan yang ada dan lokasi yang tepat dapat menjadikan sebuah penelitian sejarah.
Dalam laporan ini saya mencoba membahas tentang beberapa permasalahan seperti:
1. Bagaimana peristiwa sejarah pembangunan gua Jepang?
2. Bagaimana struktur dan fungsi bangunan gua Jepang?
3. Bagaimana hubungan gua Jepang dan kebun kopi atau teh disekitarnya?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan Jepang di Indonesia di sektor pembangunan.
2.
Untuk
mengetahui struktur dan fungsi bangunan.
3.
Untuk
mengetahui hubungan-hubungan di sektor pertanian dan pembangunan-pembangunan
lokasi.
4.
Untuk
melengkapi laporan sejarah menganai Jepang di Indonesia.
5. Membuat kita
menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga kita dapat belajar dari kegagalan dan keberhasilan masa
lampau.
Manfaat hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat
Akademik
Secara akademik atau teoritis penelitian sejarah akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan dunia pendidikan. Diharapkan dengan penyusunan laporan penelitian ini pembaca akan lebih memahami sejarah, fungsi, struktur bangunan dari gua Jepang serta dapat mengetahui hubungan pembangunan gua ini dengan kebun kopi atau teh yang ada disekitarnya.
Secara akademik atau teoritis penelitian sejarah akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan dunia pendidikan. Diharapkan dengan penyusunan laporan penelitian ini pembaca akan lebih memahami sejarah, fungsi, struktur bangunan dari gua Jepang serta dapat mengetahui hubungan pembangunan gua ini dengan kebun kopi atau teh yang ada disekitarnya.
2. Manfaat
Praktis
Laporan
ini diharapkan dapat memberikan bekal dan tambahan pengetahuan
3. Manfaat
Umum
4. Memberikan wawasan kepada
masyarakat agar lebih mengetahui tentang sejarah gua Jepang di desa Promasan.
E. Metode Penelitian
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian sejarah digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Heuristik (Pengumpulan data)
2. Mengintegrasi data
3. Analisis
4. Penulisan hasil
Dengan teknik pengumpulan data studi pustaka sebagai penunjang dalam memperkaya isi laporan, saya menggunakan beberapa literatur yang sesuai dengan tema pada penelitian ini. Studi pustaka ini akan memberikan sebagai sumber pengetahuan dalam penyusunan laporan.
Ø DR. A. H. Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 1.
Bandung: Angkasa.
Ø Purbo, S. Suwondo. 1996. PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Ø Johan, Nur. 1988. Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh
Dua Orang yang Mengalaminya. Jakarta: ANRI.
Ø Buku Mandiri SEJARAH untuk SMA/MA kelas X: Leo Agung dan Dwi Ari
Listiyani: Penerbit Erlangga
Komentar:
Ø Sumber dari buku DR. A. H. Nasution. 1977. Sekitar Perang
Kemerdekaan Jilid 1. Bandung: Angkasa. kurang
begitu lengkap karena hanya menjelaskan hal yang berkenaan dengan latar
belakang pendudukan Jepang di Indonesia dan propagandanya.
Ø Sumber dari buku Purbo, S. Suwondo. 1996. PETA Tentara Sukarela
Pembela Tanah Air. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hanya menjelaskan tentang
PETA ( Pembela Tanah Air).
Ø Sumber dari buku Johan, Nur. 1988. Di Bawah Pendudukan Jepang:
Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminya. Jakarta: ANRI. Menjelaskan
tentang masa kependudukan Jepang di Indonesia.
Ø Situs http://id.wikipedia.org/wiki/Romusha
menjelaskan tentang romusha yang diperintahkan oleh pemerintah Jepang.
Ø Buku Mandiri SEJARAH untuk SMA/MA kelas X: Leo Agung dan Dwi Ari
Listiyani: Penerbit Erlangga menjelaskan tentang cara dan metode dalam
penelitian sejarah.
BAB II
HASIL
PENELITIAN
MENYIBAK SEKILAS SEJARAH JEPANG DI INDONESIA
A. Awal Kedatangan Jepang ke Indonesia
Awal mula ekspansi Jepang ke
Indonesia didasari oleh kebutuhan Jepang akan minyak bumi untuk keperluan
perang. Menipisnya persediaan minyak bumi yang dimiliki oleh Jepang untuk
keperluan perang ditambah pula tekanan dari pihak Amerika yang melarang ekspor
minyak bumi ke Jepang. Langkah ini kemudian diikuti oleh Inggris dan Belanda.
Keadaan ini akhirnya mendorong Jepang mencari sumber minyak buminya sendiri.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang, masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi (DR. A. H. Nasution, 1977:84). Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkaan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17, upacara serah terima kekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati.
Sikap Jepang pada awal kedatangannya semakin menarik simpati rakyat Indonesia. Dan kemenangan Jepang atas perang Pasifik digembor-gemborkan sebagai kemenangan bersama, yaitu kemenangan bangsa Asia. Saat tentara Jepang hendak mendarat di Indonesia, Pemerintah Jepang mengeluarkan slogan-slogan : ”India untuk orang India, Birma untuk orang Birma, Siam untuk orang Siam, Indonesia untuk orang Indonesia.” (Purbo S. Suwondo, 1996:12). Jepang juga memberikan janji kemerdekaan “Indonesia shorai dokuritsu”, dan membiarkan bendera Indonesia dikibarkan. Bahkan sebelum Jepang mendarat di Pulau Jawa, siaran Tokyo sering menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia. Tindakan lain yang dilakukan oleh Jepang adalah melakukan pelarangan terhadap penggunaan bahasa Belanda. Sejak itulah bahasa Indonesia ikut berkembang dengan pesat. Keadaan sebelum kedatangan Jepang juga dikisahkan sebagai berikut :
Kalau malam, di radio, disiarkan siaran-siaran radio Jepang yang berbahasa Indonesia, menganjurkan supaya rakyat Indonesia memberontak, sebelum Jepang mendarat. Dalam propaganda itu mereka mengatakan Jepang datang bukan untuk menjajah Indonesia melainkan memerdekakan bangsa Indonesia.
Setelah kedatangannya ke Indonesia, tentara ke 16 sebagai perwakilan pemerintah militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan propaganda yang disebut dengan Sendenbu. Badan ini berfungsi untuk mendukung pergerakan Jepang di Indonesia. Melalui badan ini pula, “Gerakan 3A” dipropagandakan, yaitu: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang, masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi (DR. A. H. Nasution, 1977:84). Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkaan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17, upacara serah terima kekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati.
Sikap Jepang pada awal kedatangannya semakin menarik simpati rakyat Indonesia. Dan kemenangan Jepang atas perang Pasifik digembor-gemborkan sebagai kemenangan bersama, yaitu kemenangan bangsa Asia. Saat tentara Jepang hendak mendarat di Indonesia, Pemerintah Jepang mengeluarkan slogan-slogan : ”India untuk orang India, Birma untuk orang Birma, Siam untuk orang Siam, Indonesia untuk orang Indonesia.” (Purbo S. Suwondo, 1996:12). Jepang juga memberikan janji kemerdekaan “Indonesia shorai dokuritsu”, dan membiarkan bendera Indonesia dikibarkan. Bahkan sebelum Jepang mendarat di Pulau Jawa, siaran Tokyo sering menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia. Tindakan lain yang dilakukan oleh Jepang adalah melakukan pelarangan terhadap penggunaan bahasa Belanda. Sejak itulah bahasa Indonesia ikut berkembang dengan pesat. Keadaan sebelum kedatangan Jepang juga dikisahkan sebagai berikut :
Kalau malam, di radio, disiarkan siaran-siaran radio Jepang yang berbahasa Indonesia, menganjurkan supaya rakyat Indonesia memberontak, sebelum Jepang mendarat. Dalam propaganda itu mereka mengatakan Jepang datang bukan untuk menjajah Indonesia melainkan memerdekakan bangsa Indonesia.
Setelah kedatangannya ke Indonesia, tentara ke 16 sebagai perwakilan pemerintah militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan propaganda yang disebut dengan Sendenbu. Badan ini berfungsi untuk mendukung pergerakan Jepang di Indonesia. Melalui badan ini pula, “Gerakan 3A” dipropagandakan, yaitu: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia.
B. Pendudukan Jepang dan Romusha
Pada Juli 1942, Soekarno
menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk
pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang.
Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada
tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan
hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik. Setelah itu mereka sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Sedangkan wanita menggunakan kain dari karet yang panas menempel di tubuh. Hanya orang berada yang memiliki baju seadanya. Yang paling menyedihkan, rakyat sulit mendapat obat-obatan. Termasuk di rumah-rumah sakit. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak sekali, sulit mendapatkan salep. Terpaksa uang gobengan di gecek dan ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.
Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau ‘ban mati’. Di sekolah-sekolah buku tulis terbuat dari kertas merang. Potlot dari arang, hingga sulit sekali menulis. Masa itu, banyak orang berebut makanan bekas di bak-bak sampah. Bila ada mayat di jalan tidak lagi mengagetkan. Jepang mengajarkan rakyat makan bekicot yang oleh orang Betawi disebut ‘kiong racun’. Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel. Hanya boleh mendengarkan siaran pemerintah Dai Nippon. Ketahuan menyetel siaran luar negeri dapat hukuman berat. Orang akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.
Kekejeman Jepang itu disebut dengan Romusha, istilah Jepang yang berarti pekerja paksa. Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Dan, Jepang pun menggunakan cara paksa: setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar, hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.
Pada mulanya, propaganda Jepang kedengaran seperti perbaikan dibandingkan dengan pemerintahan Belanda. Setelah itu, pasukan-pasukan Jepang mulai mencuri makanan dan menangkapi orang untuk dijadikan pekerja paksa, sehngga pandangan bangsa Indonesia terhadap mereka mulai berbalik.
Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik. Setelah itu mereka sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Sedangkan wanita menggunakan kain dari karet yang panas menempel di tubuh. Hanya orang berada yang memiliki baju seadanya. Yang paling menyedihkan, rakyat sulit mendapat obat-obatan. Termasuk di rumah-rumah sakit. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak sekali, sulit mendapatkan salep. Terpaksa uang gobengan di gecek dan ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.
Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau ‘ban mati’. Di sekolah-sekolah buku tulis terbuat dari kertas merang. Potlot dari arang, hingga sulit sekali menulis. Masa itu, banyak orang berebut makanan bekas di bak-bak sampah. Bila ada mayat di jalan tidak lagi mengagetkan. Jepang mengajarkan rakyat makan bekicot yang oleh orang Betawi disebut ‘kiong racun’. Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel. Hanya boleh mendengarkan siaran pemerintah Dai Nippon. Ketahuan menyetel siaran luar negeri dapat hukuman berat. Orang akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.
Kekejeman Jepang itu disebut dengan Romusha, istilah Jepang yang berarti pekerja paksa. Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Dan, Jepang pun menggunakan cara paksa: setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar, hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.
Pada mulanya, propaganda Jepang kedengaran seperti perbaikan dibandingkan dengan pemerintahan Belanda. Setelah itu, pasukan-pasukan Jepang mulai mencuri makanan dan menangkapi orang untuk dijadikan pekerja paksa, sehngga pandangan bangsa Indonesia terhadap mereka mulai berbalik.
Militer Jepang membuat tiga kesalahan besar terhadap bangsa Indonesia yaitu:
1. Kerja paksa: banyak laki-laki Indonesia
diambil dari tengah keluarga mereka dan dikirim hingga ke Burma untuk melakukan
pekerjaan pembangunan dan banyak pekerjaan berat lainnya dalam kondisi-kondisi
yang sangat buruk. Ribuan orang mati atau hilang.
2. Pengambilan paksa:
tentara-tentara Jepang dengan paksa mengambil makanan, pakaian dan berbagai
pasokan lainnya dari keluarga-keluarga Indonesia, tanpa memberikan ganti rugi.
Hal ini menyebabkan kelaparan dan penderitaan semasa perang.
3. Perbudakan paksa terhadap
perempuan: banyak perempuan Indonesia yang dijadikan “wanita penghibur ” bagi tentara-tentara Jepang.
Selain itu, Jepang menahan banyak warga sipil Belanda di
kamp-kamp tahanan dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk, dan memperlakukan
tahanan perang militer di Indonesia dalam keadaan yang buruk pula.C. Romusha dan Proyeknya
Romusha artinya “buruh” atau “pekerja”
yaitu panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada
masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan
romusha adalah petani atau buruh, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang
mewajibkan para petani atau Buruh menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja
di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang-orang yang
menjadi romusha tidak diketahui pasti-perkiraan yang ada bervariasi dari 4
hingga 10 juta orang.
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua Jepang mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah air kita. Pasokan sumber sumber alam ini digunakan untuk membiayai perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.
Luasnya daerah pendudukan Jepang membuat Jepang memerlukan tenaga kerja yang begitu besar. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga tenaga kerja ini diambilkan dari penduduk Jawa yang cukup padat. Para tenaga kerja ini dipaksa yang popular di sebut denga Romusa. Jejaring tentara Jepang untuk menjalankan romusha hingga ke desa desa. Setidaknya ada 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke berbagai negara di Asia Tenggara, 70.000 orang diantaranya dalam kondisi menyedihkan da berakhir dengan kematian.
Romusa juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan waktu itu. Mereka dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut. Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.
Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung-gunung juga termasuk gunung Ungaran di semarang jawa tengah. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang memperhasul istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusa di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua Jepang mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah air kita. Pasokan sumber sumber alam ini digunakan untuk membiayai perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.
Luasnya daerah pendudukan Jepang membuat Jepang memerlukan tenaga kerja yang begitu besar. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga tenaga kerja ini diambilkan dari penduduk Jawa yang cukup padat. Para tenaga kerja ini dipaksa yang popular di sebut denga Romusa. Jejaring tentara Jepang untuk menjalankan romusha hingga ke desa desa. Setidaknya ada 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke berbagai negara di Asia Tenggara, 70.000 orang diantaranya dalam kondisi menyedihkan da berakhir dengan kematian.
Romusa juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan waktu itu. Mereka dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut. Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.
Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung-gunung juga termasuk gunung Ungaran di semarang jawa tengah. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang memperhasul istilah romusa dengan “pekerja ekonomi” atau pahlawan pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusa di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
PEMBAHASAN
Ketika berkuasa di Kepulauan
Jawa antara 1942 hingga 1945, Jepang menjadikan Semarang sebagai basis utama
pertahanan mereka di jawa tengah. Semarang juga dipilih sebagai pangkalan utama
militer Jepang di Jawa tengah. Saat Jepang menguasai kota semarang para militer
Jepang tidak berlatih di kawasan itu. Mereka memilih tempat latih dikawasan
perbukitan agar tidak diketahui oleh musuh. Antara lain tempat yang di jadikan
latihan adalah kawasan gunung Ungaran. Di gunung inilah yang kemudian dijadikan
sebagai tempat strategi Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusa, pola
tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat
praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung Ungaran.
Sebelum dikuasai oleh militer Jepang gunung Ungaran pada awalnya merupakan sebuah proyek agraria oleh Belanda. Di tempat itu sampai saat ini masih tertinggal sebuah kebun besar yaitu teh dan kopi. Setelah militer Jepang memukul mundur tentara Belanda, kebun itu dikelola Jepang dan dikerjakan oleh pekerja paksa atau romusha. Kerena, selain menjadikan gunung Ungaran sebagai fasilitas militer, Jepang juga memperkenalkan perkebunan dan pertanian kepada para romusha.
Seperti yang dipaparkan pada halaman awal, kekejaman Jepang pada romusha juga berlanjut disini. Setelah militer Jepang merasa terancam oleh serangan balik dari sekutu akibat perang dunia, maka Jepang memaksa para romusha untuk membuat tempat persembunyian. Saat itulah atas perintah cuvu ditengah-tengah kebun teh dibuat sebuah gua yang sampai saat ini masih keberadaannya.
Gua Jepang dikerjakan oleh Romusha, tenaga kerja paksa, yang didatangkan Jepang dari negeri-negeri lain yang mereka jajah, termasuk Indonesia. Romusha lah yang menggali bukit-bukit dan membangun jaringan gua di bawah perut bumi.
Gua Jepang peninggalan romusha ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1943. Pembangunan gua ini hanya menggunakan alat-alat sederhana. Alat yang digunakan tidak secanggih teknologi sekarang. Romusha hanya menggunakan alat-alat pahat, sedikit demi sedikit gua itu di gali agar berlubang. Tingginya-pun disamakan dengan tinggi manusia.
Karena menggunakan alat-alat yang sederhana maka pembangunan gua ini memakan waktu yang sangat lama. Namun tidak sampai selesai para romusha sudah berhenti dari pekerjaannya. Pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah pada sekutu tanpa syarat dan presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan, maka pembangunan gua yang bertujuan untuk kepentingan Jepang dihentikan. Gua ini sebenarnya belum pernah terpakai sebagai fungsinya karena pada saat Indonesia menyatakan kemerdekaan paksukan militer Jepang yang berada dikawasan itu semua menarik mundur dan membebaskan para romusha.
Sebelum dikuasai oleh militer Jepang gunung Ungaran pada awalnya merupakan sebuah proyek agraria oleh Belanda. Di tempat itu sampai saat ini masih tertinggal sebuah kebun besar yaitu teh dan kopi. Setelah militer Jepang memukul mundur tentara Belanda, kebun itu dikelola Jepang dan dikerjakan oleh pekerja paksa atau romusha. Kerena, selain menjadikan gunung Ungaran sebagai fasilitas militer, Jepang juga memperkenalkan perkebunan dan pertanian kepada para romusha.
Seperti yang dipaparkan pada halaman awal, kekejaman Jepang pada romusha juga berlanjut disini. Setelah militer Jepang merasa terancam oleh serangan balik dari sekutu akibat perang dunia, maka Jepang memaksa para romusha untuk membuat tempat persembunyian. Saat itulah atas perintah cuvu ditengah-tengah kebun teh dibuat sebuah gua yang sampai saat ini masih keberadaannya.
Gua Jepang dikerjakan oleh Romusha, tenaga kerja paksa, yang didatangkan Jepang dari negeri-negeri lain yang mereka jajah, termasuk Indonesia. Romusha lah yang menggali bukit-bukit dan membangun jaringan gua di bawah perut bumi.
Gua Jepang peninggalan romusha ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1943. Pembangunan gua ini hanya menggunakan alat-alat sederhana. Alat yang digunakan tidak secanggih teknologi sekarang. Romusha hanya menggunakan alat-alat pahat, sedikit demi sedikit gua itu di gali agar berlubang. Tingginya-pun disamakan dengan tinggi manusia.
Karena menggunakan alat-alat yang sederhana maka pembangunan gua ini memakan waktu yang sangat lama. Namun tidak sampai selesai para romusha sudah berhenti dari pekerjaannya. Pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah pada sekutu tanpa syarat dan presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan, maka pembangunan gua yang bertujuan untuk kepentingan Jepang dihentikan. Gua ini sebenarnya belum pernah terpakai sebagai fungsinya karena pada saat Indonesia menyatakan kemerdekaan paksukan militer Jepang yang berada dikawasan itu semua menarik mundur dan membebaskan para romusha.
B. Struktur dan Fungsi Gua Jepang
Struktur gua ini tidaklah selengkap dengan
gua-gua yang ada di Indonesia lainya. Pembangunan yang dikerjakan oleh romusha
hanya memakai peralatan yang sederhana sehingga menghasilkan sebuah bangunan
yang sederhana pula. Walau begitu bagian dalam gua sudah terstruktur dengan
baik. Tempatnya yang diperbukitan juga mempengaruhi susunan baik dalam maupun
luar. Model dalam gua hampir menyerupai bangunan yang dipondasi oleh bata dan
semen. Namun gua ini sama sekali tidak mengandung unsur beton, semua ruang yang
ada dalam gua hanyalah galian hasil dari romusha yang dipekerjakan oleh
pemerintah Jepang.
Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan (kamar-kamar) di sisi kanan dan kiri lorong. Gua ini memiliki 2 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Gua ini memiliki model pintu masuk dan pintu keluar yang menyempit serta didalamnya terdapat 26 kamar, 1 lorong, 2 ventilasi. Dan selalu ada tempat penjagaan pada setiap ujung gua. Gua Jepang bercirikan atap, lantai dan mulut gua masih berupa tanah dibanding gua buatan Belanda bisaanya seluruh dindingnya berlapis beton.
Gua ini rencananya akan difungsikan sebagai penjara bagi pemberontak dan juga sebagai tempat persembunyian tentara Jepang mengingat pada saat itu Jepang sedang dilanda prahara hebat dengan sekutu dan Belanda. Letaknya yang dipegunungan dapat diperkirakan aman untuk tempat sembunyi dan juga tempat penyimpanan senjata kiriman pada waktu itu.
Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan (kamar-kamar) di sisi kanan dan kiri lorong. Gua ini memiliki 2 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Gua ini memiliki model pintu masuk dan pintu keluar yang menyempit serta didalamnya terdapat 26 kamar, 1 lorong, 2 ventilasi. Dan selalu ada tempat penjagaan pada setiap ujung gua. Gua Jepang bercirikan atap, lantai dan mulut gua masih berupa tanah dibanding gua buatan Belanda bisaanya seluruh dindingnya berlapis beton.
Gua ini rencananya akan difungsikan sebagai penjara bagi pemberontak dan juga sebagai tempat persembunyian tentara Jepang mengingat pada saat itu Jepang sedang dilanda prahara hebat dengan sekutu dan Belanda. Letaknya yang dipegunungan dapat diperkirakan aman untuk tempat sembunyi dan juga tempat penyimpanan senjata kiriman pada waktu itu.
C. Hubungan Masyarakat dan Keadaan Gua Jepang
Masyarakat merupakan suatu aktifitas
sosial yang mempunyai dasar-dasar fenomenal. Pada masyarakat sekitar gua Jepang
atau didesa promasan kabupaten Kendal mempunyai hubungan yang tidak dapat di
pandang rendah. Kepedulian sosial terhadap keadaan geografis dan keadaan
historis gua Jepang memiliki suatu kepentingan bagi masyarakat tersebut.
Karena letaknya yang dipegunungan gua Jepang sering dikunjungi hanya sebagai tempat wisata sederhana. Untuk masyarakat sendiri hanya menganggap suatu peninggalan yang bisaa saja. Hal ini terjadi karena melihat lokasi gua sendiri yang berada dilereng gunung Ungaran. Selain tidak dipedulikan gua ini juga kurang diminati sebagai obyek wisata utama. Dapat dilihat dari keadaan disekitarnya yang dari obyek pendakian kepuncak gunung Ungaran dan juga obyek wisata kebun teh. Jadi mereka mengutamakan wisatanya ke dua tempat tersebut. Para wisata sebagian besar merupakan para pecinta alam, mereka kurang mempunyai kepedulian terhadap obyek sejarah. Jadi dapat dikatakan, hubungan masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang kurang mempunyai kepedulian terhadap gua peninggalan romusha.
Keadaan gua sekarang masih dalam keadaan yang seperti semula atau bisa dikatakan masih dalam keadaan yang baik. Dilihat dari dalam, gua yang mempunyai ketinggian setinggi manusia umum masih dapat terlihat aslinya yaitu hasil galian-galian para romusha pada masa lalu. Namun karena kurang kepedulianya masyarakat setempat gua ini tidak mempunyai kesan yang menarik. keadaan yang sebenarnya pada gua Jepang ini masih mempunyai nilai historis tinggi. Melihat pada sisi sosial juga bisa dikatakan bahwa gua Jepang ini mempunyai daya kegunaan tersendiri. Masyarakat sekitar menganggap bahwa gua itu sacral, setiap bulan masyarakat setempat mengadakan upacara pada gua tersebut.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa nilai historis dari gua tersebut tidak pada posisinya. Pertama, karena gua tersebut tidak pernah dilakukan sebuah penelitian yang mengangkat nilai historisnya. Penelitian yang sering dilakukan adalah penelitian tentang kondisi geografi sekitar masyarakat setempat. Selain penelitian geografi juga yang sering dilakukan adalah penelitian sosial oleh para peneliti ahli. Kedua, karena posisinya yang berada disebuah lereng pegunungan para wisatawan tidak atau kurang mengerti sejarah sejak awal kedatangan Jepang di Indonesia sampai kurangnya kepedulian untuk mengerti sejarah mengenai gua Jepang itu. Ketiga, karena berada di tengah-tengah sebuah kebun teh maka gua ini tidak mempunyai peran lebih tinggi yang dapat menarik wisatawan untuk mengerti tentang sisi historisnya. Wisatawa sebagian besar menikmati pemandangan indah di sebuah kebun teh tersebut
Karena letaknya yang dipegunungan gua Jepang sering dikunjungi hanya sebagai tempat wisata sederhana. Untuk masyarakat sendiri hanya menganggap suatu peninggalan yang bisaa saja. Hal ini terjadi karena melihat lokasi gua sendiri yang berada dilereng gunung Ungaran. Selain tidak dipedulikan gua ini juga kurang diminati sebagai obyek wisata utama. Dapat dilihat dari keadaan disekitarnya yang dari obyek pendakian kepuncak gunung Ungaran dan juga obyek wisata kebun teh. Jadi mereka mengutamakan wisatanya ke dua tempat tersebut. Para wisata sebagian besar merupakan para pecinta alam, mereka kurang mempunyai kepedulian terhadap obyek sejarah. Jadi dapat dikatakan, hubungan masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang kurang mempunyai kepedulian terhadap gua peninggalan romusha.
Keadaan gua sekarang masih dalam keadaan yang seperti semula atau bisa dikatakan masih dalam keadaan yang baik. Dilihat dari dalam, gua yang mempunyai ketinggian setinggi manusia umum masih dapat terlihat aslinya yaitu hasil galian-galian para romusha pada masa lalu. Namun karena kurang kepedulianya masyarakat setempat gua ini tidak mempunyai kesan yang menarik. keadaan yang sebenarnya pada gua Jepang ini masih mempunyai nilai historis tinggi. Melihat pada sisi sosial juga bisa dikatakan bahwa gua Jepang ini mempunyai daya kegunaan tersendiri. Masyarakat sekitar menganggap bahwa gua itu sacral, setiap bulan masyarakat setempat mengadakan upacara pada gua tersebut.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa nilai historis dari gua tersebut tidak pada posisinya. Pertama, karena gua tersebut tidak pernah dilakukan sebuah penelitian yang mengangkat nilai historisnya. Penelitian yang sering dilakukan adalah penelitian tentang kondisi geografi sekitar masyarakat setempat. Selain penelitian geografi juga yang sering dilakukan adalah penelitian sosial oleh para peneliti ahli. Kedua, karena posisinya yang berada disebuah lereng pegunungan para wisatawan tidak atau kurang mengerti sejarah sejak awal kedatangan Jepang di Indonesia sampai kurangnya kepedulian untuk mengerti sejarah mengenai gua Jepang itu. Ketiga, karena berada di tengah-tengah sebuah kebun teh maka gua ini tidak mempunyai peran lebih tinggi yang dapat menarik wisatawan untuk mengerti tentang sisi historisnya. Wisatawa sebagian besar menikmati pemandangan indah di sebuah kebun teh tersebut
BAB III
PENUTUP
SimpulanPENUTUP
1.
Gua Jepang dikerjakan oleh
Romusha dan diperkirakan dibangun sekitar tahun 1943. Pembangunan gua ini hanya
menggunakan alat-alat sederhana. Romusha hanya menggunakan alat-alat pahat.
Tingginya-pun disamakan dengan tinggi manusia.
Karena menggunakan alat – alat yang sederhana maka pembangunan gua ini memakan waktu yang sangat lama. Namun tidak sampai selesai para romusha sudah berhenti dari pekerjaannya. Karena tahun 1945 setelah Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu dan presiden Soekarno telah memproklamasikan kemerdekaan.
Karena menggunakan alat – alat yang sederhana maka pembangunan gua ini memakan waktu yang sangat lama. Namun tidak sampai selesai para romusha sudah berhenti dari pekerjaannya. Karena tahun 1945 setelah Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu dan presiden Soekarno telah memproklamasikan kemerdekaan.
2. Model dalam gua hampir menyerupai bangunan yang dipondasi oleh bata
dan semen. Namun gua ini sama sekali tidak mengandung unsur beton, semua ruang
yang ada dalam gua hanyalah galian hasil dari romusha yang dipekerjakan oleh
pemerintah Jepang.
Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan (kamar-kamar) di sisi kanan dan kiri lorong. Gua ini memiliki 2 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Gua ini memiliki model pintu masuk dan pintu keluar yang menyempit serta didalamnya terdapat 26 kamar, 1 lorong, 2 ventilasi. Dan selalu ada tempat penjagaan pada setiap ujung gua. Gua Jepang bercirikan atap, lantai dan mulut gua masih berupa tanah dibanding gua buatan Belanda biasanya seluruh dindingnya berlapis beton.
Gua ini rencananya akan difungsikan sebagai penjara bagi pemberontak dan juga sebagai tempat persembunyian tentara Jepang mengingat pada saat itu Jepang sedang dilanda prahara hebat dengan sekutu dan Belanda. Letaknya yang dipegunungan dapat diperkirakan aman untuk tempat sembunyi dan juga tempat penyimpanan senjata kiriman pada waktu itu.
Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan (kamar-kamar) di sisi kanan dan kiri lorong. Gua ini memiliki 2 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Gua ini memiliki model pintu masuk dan pintu keluar yang menyempit serta didalamnya terdapat 26 kamar, 1 lorong, 2 ventilasi. Dan selalu ada tempat penjagaan pada setiap ujung gua. Gua Jepang bercirikan atap, lantai dan mulut gua masih berupa tanah dibanding gua buatan Belanda biasanya seluruh dindingnya berlapis beton.
Gua ini rencananya akan difungsikan sebagai penjara bagi pemberontak dan juga sebagai tempat persembunyian tentara Jepang mengingat pada saat itu Jepang sedang dilanda prahara hebat dengan sekutu dan Belanda. Letaknya yang dipegunungan dapat diperkirakan aman untuk tempat sembunyi dan juga tempat penyimpanan senjata kiriman pada waktu itu.
3.
Nilai historis dari gua
tersebut tidak pada posisinya. Pertama, karena gua tersebut tidak pernah
dilakukan sebuah penelitian yang mengangkat nilai historisnya. Penelitian yang
sering dilakukan adalah penelitian tentang kondisi geografi sekitar masyarakat
setempat. Selain penelitian geografi juga yang sering dilakukan adalah
penelitian sosial oleh para peneliti ahli. Kedua, karena posisinya yang berada
disebuah lereng pegunungan para wisatawan tidak atau kurang mengerti sejarah
sejak awal kedatangan Jepang di Indonesia sampai kurangnya kepedulian untuk
mengerti sejarah mengenai gua Jepang itu. Ketiga, karena berada di
tengah-tengah sebuah kebun teh maka gua ini tidak mempunyai peran lebih tinggi
yang dapat menarik wisatawan untuk mengerti tentang sisi historisnya. Wisatawa
sebagian besar menikmati pemandangan indah di sebuah kebun teh tersebut
KesimpulanDari masalah-masalah yang saya rumuskan di awal laporan dan dari hasil penelitian yang saya lakukan mengenai gua Jepang dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan, antara lain:
1.
Gua Jepang ini dibangun oleh romusa pada masa
awal kedatangan Jepang yaitu sekitar tahun 1942-1945.
2.
Gua ini direncanakan sebagai tempat
persembunyian militer Jepang dari incaran sekutu pada waktu itu.
3.
Sturuktur gua ini mempunyai susunan yang baik,
panjangnya sekitar kurang lebih 150 meter dan mempunyai ruang-ruang seperti
kamar-kamar pada rumah.
4.
Hubungan masyarakat terhadap
gua ini kurang mempunyai kepedulian terhadap nilai historis pada gua ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar